Sabtu, 26 Maret 2011

Psikologi Kematian.

Hidup dan ada didunia ini hingga saat ini tidak pernah berpesan pada Tuhan sebelumnya dan hingga menjadi apa nanti, terlahir dari rahim siapa pun tak pernah berpesan pada Tuhan sebelumya. Hingga kekurangan dan kelebihan yang diberikan Tuhan itupun bukan barang pesanan. Karena mungkin kita sudah tahu Tuhan menerapkan sistem dagang ala supermarket atau plaza yang tidak mungkin untuk ditawar dan tidak dapat dipesan sebelumnya.

Mungkin setiap dari kita sudah tahu dan mengerti akan barang dagangan Tuhan yang tidak dapat ditawar – tawar lagi oleh satupun mahluk-Nya didunia ini, seperti ; lahir dan menghilang “maut atau ajal”, jodoh dan rejeki yang kesemuanya itu dibalut dan dirangkai dalam suatu paket produk yang dinamakan takdir.
Berbicra mengenai takdir “kematian” …
Kematian merupakan hal yang sangat ditakuti oleh siapa pun “manusia” yang hidup, termasuk kalian “pembaca” dan mungkin saya “penulis”. Karena dalam benak kita yang hidup, kematian merupakan suatu proses berhentinya fungsi – fungsi tubuh secara keseluruhan baik fisik atau pun non fisik yang bersifat permanent “selamanya”. Dalam hal ini mati lahir dan mati bathin.

Kematian merupakan suatu fenomena alam yang sudah pasti dan akan datang pada setiap partikel – partikel yang memiliki nyawa dan hidup, baik hewan, tumbuhan dan kita manusia. Karena pada dasarnya bagi kita yang hidup telah melakukan perjanjian khusus denga Sang Khalik bahwa stelah kita dihembuskan nafas kehidupan maka akan diambil kembali kapan waktu dan setelah kita dicukupkan atau disempurnakan baik akal, pengetahuan hingga usia yang diberikan. Mau atau tidak mau, bisa atau tidak bisa da suka atau tidak suka.

Jika kita yang hidup tidak mati, maka dunia ini akan muak dan sumpek karena tidak mampu menopang kita yang selalu beregenerasi dan menghasilkan keturunan – keturunan baru. Dunia ini pun akan terasa sempit karena volume dunia yang terbatas dan tidak sebandingnya dengan kapasitas manusianya yang semakin bertambah. Bayangkan…

Dan jika kita yang hidup akan tetap hidup dan tidak mati, maka Tuhan dengan segala kuasa dan kekekalan-Nya patut untuk dipertanyakan. Karena Tuhan itu sendiri pun sudah patut untuk dipertanyakan ke-eksistensian-Nya yang ditopang oleh dimensi “ruang dan waktu”.
Pernah penulis bertanya ketika penulis duduk dibangku kuliah di salah satu kampus islami ternama di Jakarta. Pertanyaan yang mungkin nyeleneh dan sedikit sedehana tetapi sulit untuk mendapatkan penjelasan yang berawal dari sebuah kue putih  yang mengatas namakan penebusan dosa.


Pertanyaannya adalah :
Jika kita umat islam diajarkan tentang hari pembalasan serta akhirat, yang mengartikan bahwa disana kita akan dimasukan kedalam surga jika kita beramal shaleh selama hidup didunia dan kita akan dimasukan kedalam neraka jika kita banyak berbuat maksiat selama hidup. Begitu pula  diajaran umat nasrani yang mengatakan jika kita makan kue putih yang cerita atau mungkin riwayatnya penebusan dosa dari Isa Almasih, maka umat Nasrani pun akan masuk kedalam surga. Diajaran agama lain seperti Hindu dan Budha pun juga mengenal satu dimensi setelah kita meninggalkan dunia ini dan menuju alam kekal, yaitu surga dan neraka. Intinya sederhana kesemua agama mengajarkan kebaikan dan mengatakan tentang satu alam kekal setelah kita bermutasi dari alam fana ini dan meninggalkannya menuju alam kekal.

Sedangkan yang menjadi pertanyaannya adalah …
Jika setelah kita semua mati dan ternyata disana tidak ada yang surga atau neraka, disana hanyalah ruang hampa dan gelap serta tak ada apa – apa. Kita bagaikan setitik cahaya dalam kegelapan tanpa siapaapun dan tanpa apa pun dan tiba – tiba kita kembali lagi kedunia fana ini untuk menebus dosa masa lalu “reinkarnasi”
Jawaban yang sangat tidak memuaskan dan berkecendrungan memvonis itu terlontar dari mulut sang nara sumber yang mengatakan itu adalah faham kosong “Nihilsme” tanpa adanya penjelasan lebih lanjut meski setelah seminar itu bubar sang nara sumber datang dan mengusap – usap punggung ku seraya berkata pertanyaan bagus hanya waktunya saja yang tidak tepat.  Mungkin ada dimensi – dimensi lain dibelahan dunia ini atau mungkin dibelahan ruang dan waktu yang mungkin memilki celah untuk diamati serta dikaji lebih dalam lagi.

Ada satu hal yang penulis ingin sampaikan melalui bingkai karikarur pemikiran penulis pada kalian “pembaca” sekaligus teman belajar ku… Bahwa kematian itu adalah sesuatu yang wajar dan akan menghampiri serta datang pada setiap mahluk yang bernyawa. Tetapi bagaimana kita menghadapi kematian itu ketika datang…
Jika boleh penulis menganalogikan konsep tentang datangnya kematian maka akan tervisualisaikan dua konsep kematian yang ada dibenak penulis, yaitu
  1. Kematian akan datang dalam perwujudan wanita cantik dengan senyuman serta membawa kopi hitam dengan sebatang samsu. Jika memang kematian seperti itu datangnya maka tidak akan ada yang merasa takut untuk mati.. Ketakutan – ketakutan akan kematian yang datang adalah karenakan oleh kitanya saja belum siap untuk mati karena kita masih banyak doasa dan mungkin kita terlalu mencintai dunia yang semu ini.
  2. Kematian akan datang dalam perwujudan laki – laki berkumis tebal layaknya debt kolektor yang datang membawa berkas utang piutang yang seakan – akan menagih dan akan menyita jika kita tidak membayarnya. Jika memang kematian seperti itu datangnya maka tidak ada ynag siap intuk mati meski ia mendertia didunia. Karena jangankan untuk melihat, untuk membayangkannya saja kita sudah enggan
Ada satu hal yang lebih menakutkan dari penjelmaan kematian pada versi yang ke dua (2), yaitu matinya eksistensi diri serta jati diri. Karena kematian jenis ini merupakan kematian psikis yang menyebabkan matinya identitas diri kita.
Siapa kita ?
Dari mana kita?
Dan Akan Kemana kita
Dari ketiga pertanyaan yang mendasar tersebut timbul satu pernyataan tentang konsep KITA yang mengatakan bahwa KITA berfikir maka KITA ada
Kematian jenis inilah yang seharusnya lebih ditakuti dan di antisipasi bukan kematian fisik melainkan kematian karakter…maka gunakanlah akal pikiran serta nurani selama hidup sehingga jika kita mati nanti “fisik” karakter kita akan tetap hidup dalam diri dan pikiran orang lain.

Sumber : 
psikologi kematian

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Macys Printable Coupons