Sabtu, 26 Maret 2011

Kritik Teori Psikologi.


Kalau kita amati sepintas teori-teori psikologi kontemporer yang tersedia di dunia akademik kita, boleh jadi akan timbul kesan bahwa semuanya baik-baik saja. Kesan ini akan membawa sikap lanjutan, yaitu bahwa yang penting untuk kita lakukan adalah sekedar menerimanya dan mengoperasikannya di lapangan. Akan tetapi, jika teori-teori itu kita cermati secara kritis, sangat boleh jadi kesan baik tersebut akan buyar.

Kritisisme – kiranya kita semua sepakat – sangat diperlukan agar suatu karya budaya apapun, termasuk psikologi, menjadi dinamik: tumbuh dan berkembang menuju penyehatan dan penyempurnaan. Lebih-lebih lagi bagi kita, masyarakat akademik negara dunia ketiga, sikap kritis bukan saja akan mengantarkan kita menjadi konsumen ilmu yang baik, akan tetapi juga menjadi prasyarat utama bagi tumbuhnya kreativitas penciptaan teori-teori baru (theoriebuilding) atau bahkan teori-teori psikologi berparadigma baru. Relevansi dan urgensi untuk hal yang disebut terakhir itu kiranya jelas dengan sendirinya, yaitu mengingat psikologi adalah ilmu yang sangat sentral dan sarat nilai, yakni menyangkut pemahaman dan perlakuan terhadap kehidupan kejiwaan manusia. Sementara kita tahu, bahwa psikologi yang kita hadapi saat ini adalah psikologi Barat dengan segala muatan nilai-nilai kulturalnya.

Berikut ini kita akan dicoba-kemukakan kritik teori psikologi atau kritik terhadap teori-teori psikologi, yang akan meliputi kritik empiris, kritik epistemologis, dan kritik ideologis.

Kritik teori ini diharapkan dapat menyingkap cacat-cacat sistemik yang melekat pada (beberapa) teori psikologi. Dengan kritisisme ini, dan selanjutnya dengan tetap memelihara sikap arif, yakni tetap mengapresiasi dan memanfaatkan (apa yang kita anggap sebagai) kebenaran-kebenaran yang terkandung dalam psikologi Barat tersebut, diharapkan akan memunculkan sikap progresif. Yang dimaksud dengan sikap progresif adalah keberanian melakukan upaya-upaya inisiasi untuk membangun paradigma atau teori-teori psikologi alternatif yang lebih sesuai dengan keyakinan akal dan jiwa sehat kita, yang diharapkan dapat memainkan peran besar dalam upaya menyehatkan dan memanusiawikan peradaban, dan yang integratif dengan pandangan ideologis kita.

Kritik Empiris

Teori adalah abstraksi yang bersifat umum dan formal dari hasil-hasil temuan lapangan. Dalam psikologi, teori-teori itu sering merupakan abstraksi dan generalisasi dari suatu sampel penelitian terhadap perilaku sejumlah manusia di suatu masyarakat dan kebudayaan tertentu. Suatu teori juga dibangun di atas landasan postulat dan asumsi-asumsi tertentu yang seringkali berbeda antara satu dan lain teori (Suriasumantri, 1984). Dengan demikian pada gilirannya kita bisa mempersoalkan apakah suatu teori mampu menjelaskan suatu kenyataan lapangan tertentu atau dapat berlaku dalam kenyataan lapangan dengan setting budaya yang berbeda dari budaya asal teori tersebut dirumuskan. Demikian juga terhadap konsep-konsep yang mendasari teori tersebut, dan metode penerapan teori tersebut.

Untuk contoh kritik empiris ini dapat dikemukakan temuan antropolog Margaret Mead (1928) di masyarakat Samoa, yaitu bahwa anak-anak remaja Samoa ternyata tidak mengalami apa yang dikenal sebagai storm and stress dalam masa perkembangan mereka. Padahal konsep storm and stress yang merupakan hasil temuan pada anak-anak remaja di Amerika Serikat waktu itu dianggap sebagai konsep yang universal, berlaku di mana saja. Kultur di Samoa, rupanya berbeda dengan di Amerika, memungkinkan masa remaja – yang merupakan peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa – berlangsung secara mulus saja, tanpa storm and stress.

Contoh lain adalah temuan antropolog Ruth Benedict, bahwa dorongan berkompetisi yang oleh para ahli psikologi semula dianggap sebagai insting, dus bersifat universal, ternyata juga sangat tergantung pada sistem kebudayaan. Pada masyarakat suku Indian Zuni ternyata tidak ditemukan adanya semangat kompetisi. Yang ada adalah semangat untuk selalu membantu orang lain yang mengalami kesulitan. Di sana masyarakat tidak melihat perlunya bersaing untuk mengalahkan orang lain. Demikian juga pada suku Hopi, Arapesh, dan Pueblo.

Contoh lain lagi adalah kritik empiris terhadap konsep-konsep psikoanalisa (Sigmund Freud) dan teori-teori yang mendasarkan diri pada konsep-konsep tersebut. Betapapun kaburnya konsep-konsep psikoanalisa tersebut, sejumlah ahli telah berhasil melakukan studi empirik yang dalam keseluruhan hasilnya ternyata menyangkal kebenaran konsep-konsep dan teori-teori itu. Branislav Malinowski (1927) tidak memperoleh bukti adanya apa yang dinamakan konflik oedipal di antara penduduk pulau Torbiand. Prothro (1961) dalam studinya terhadap praktik-praktik pendidikan anak di Libanon memperoleh bukti bahwa karakter anal sesungguhnya tak berhubungan dengan toilet training seperti yang diteorikan Freud. Dan, Victor E. Frankl (1964) lewat serangkaian penelitiannya memperoleh kesimpulan bahwa tak ada hubungan antara citra ayah positif dangan keyakinan agama seseorang dan sikapnya terhadap Tuhan.

Kritik Epistemologis

Epistemologi (filsafat pengetahuan) adalah pembahasan logis tentang apa yang mungkin diketahui oleh manusia, dan bagaimana cara manusia mendapatkan pengetahuan. Epistemologi, yang merupakan inti sentral setiap pandangan dunia (world view) ini menyibukkan diri dengan pertanyaan-pertanyaan mengenai apa sumber-sumber pengetahuan; apa hakekat, jangkauan, dan wilayah pengetahuan; bahkan tentang apakah memang dimungkinkan manusia memperoleh pengetahuan; dan kalau iya sampai pada tahap mana pengetahuan yang dapat dianggap manusia (Sahakin & Sahakin, 1965). Tercakup di dalam epistemologi adalah pembahasan mengenai filsafat ilmu yang secara spesifik mengaji hakekat pengetahuan ilmiah.

Karena semua pembahasan filsafati itu bersendikan logika, maka yang dimaksud dengan kritik epistemologis adalah pengujian apakah suatu teori mengandung kontradiksi tertentu dalam konstruknya, atau apakah dalam diri teori itu memiliki konsistensi logis atau tidak. Hal yang sama dilakukan terhadap konsep-konsep yang mendasari suatu teori.

Berikut ini beberapa contohnya. Pandangan statistikal atau pendekatan grafik-kurva-normal adalah salah satu norma untuk menjawab pertanyaan: siapakah yang normal dan siapakah yang abnormal secara psikologis? Berdasarkan konsep ini disimpulkan bahwa orang-orang yang normal adalah orang-orang yang berperilaku psikologis sebagaimana yang dilakukan oleh kebanyakan orang. Mereka, yang normal, adalah yang terkumpul di tengah grafik yang berbentuk lonceng itu. Pandangan seperti ini mengandung kesulitan logis, dikarenakan konsekuensinya kita harus menganggap orang-orang yang emosinya luar biasa stabil, misalnya, sebagai orang-orang abnormal, sama seperti orang-orang sub-normal yang mengalami gangguan emosional gawat atau orang-orang neurotik.

Norma lain, dari sudut pandangan kultural, konsep keabnormalan jauh lebih kabur lagi. Ini disebabkan karena pandangan tersebut memberikan kewenangan menimbang kenormalan dan keabnormalan seseorang pada lingkungan sosio-kultural orang tersebut. Karena itu tingkah laku yang dianggap abnormal pada suatu masyarakat atau suatu kelompok tertentu, bisa saja dianggap normal jika orang itu pindah ke kelompok lain. Malik B. Badri (1986) memberi contoh sebuah adat istiadat Sudan (yang non-Islam) di daerah Gezira, di mana pada upacara-upacara perkawinan, pengatin pria mencambuki beberapa orang laki-laki, yaitu teman-temannya, yang dengan sangat suka rela menjadi memar-memar tubuhnya, seolah dalam trance hipnotik. Sementara itu, para penonton wanita bersorak-sorai memberi semangat dan menikmati peristiwa yang dipandang sangat “normal” tersebut. Menyaksikan peristiwa itu, psikolog Amerika penganut Freudianisme mungkin akan menganggap pengatin pria atau teman-temannya yang dicambuki itu sebagai pengidap kelainan seksual. Si pengantin pria akan dicap sebagai seorang sadistik yang mendapatkan kenikmatan erotik dengan menyakiti orang lain, dan yang dicambuki adalah orang-orang masokhis yang terpuasi nafsu erotiknya dengan disakiti.

Kritik Ideologis

Kritik ideologis bertujuan menyingkap dan mengungkap segi-segi ideologis, nilai-nilai, pandangan-pandangan dasar tentang manusia dan semesta yang mendasari atau menyusup dalam suatu teori atau juga ikut membonceng dalam penerapan suatu teori.

Anggapan bahwa ilmu tidak memberikan penilaian (evaluation), tapi hanya mau mengemukakan fakta apa adanya dengan cara objektif sebagaimana yang bisa disimpulkan dari suatu kumpulan data dan fakta empiris, telah disangkal keras oleh Gunnar Myrdal (1969). Dalam semua usaha ilmiah tidak bisa dihindarkan adanya suatu unsur apriori. Oleh sebab itu, unsur-unsur apriori yang berupa asumsi-asumsi dasar, faham-faham ideologis yang mendasari suatu teori hendaknya tidak disembunyikan, melainkan harus dirumuskan dengan jelas agar dapat secara terbuka didiskusikan. Jelaslah bahwa fakta-fakta tidak mengoganisir diri menjadi konsep-konsep dan teori-teori hanya karena diamati. Fakta-fakta dapat diorganisasi menjadi konsep atau teori hanya setelah diolah dengan menggunakan kerangka konseptual tertentu yang tentunya sudah ada dalam benak sang teoritisi atau dipilih secara apriori. Bahkan apa yang dinamakan fakta-fakta ilmiah pun hanya akan tampak jika dilihat dengan kerangka gagasan atau teori tertentu yang tentunya dipilih secara subjektif, dan tidak tampak kalau kita memakai kerangka gagasan atau teori yang lain. Bagi orang yang hanya percaya pada empirisme, misalnya, adalah berarti ia sudah berpihak kepada empirisme dan tidak pada intuisionalisme. Dus, sudah tidak netral lagi. Maka bagi seorang empiristik, objektivitas sudah diredusir maknanya menjadi kepastian empiris belaka (Myrdal,1969).

Jadi, seorang psikolog yang memandang manusia sebagai seekor binatang materialistik yang bermotivasi tunggal untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan fisik dan sosialnya “di sini dan saat ini” (here and now), dengan sendirinya – dalam hal ini, setidak-tidaknya – berpandangan atheis. Manusia dianggap tidak memiliki jiwa, orientasi dan kerinduan terhadap hal-hal yang tinggi dan metafisis sifatnya. B.F. Skinner yang dengan tegar tidak mau mengakui adanya apa yang dimaksud dengan kehendak bebas (free will) dalam perilaku manusia, dan yang memandang manusia bagai mesin belaka (Hjelle & Ziegler, 1981), maka tentunya di dalam sistem psikologinya berkonsekuensi menonsenskan tanggung jawab manusia. Kenapa manusia harus bertanggung jawab jika ia tidak lebih dari mesin yang bertingkah laku semata atas dasar stimulus-respons? Sama pula dalam psikoanalisa Freud, pertanggungjawaban mustahil diminta karena manusia hanyalah binatang yang bergerak atas dorongan insting: eros dan thanatos. Memang, psikoanalisa tidak terlepas dari pandangan Freud bahwa konsep Tuhan tidak lain adalah sebuah delusi ciptaan manusia. Dan, Freud menyesali kenapa manusia masih menyembah apa yang dianggapnya sebagai ilusi palsu yang diciptakan karena kebutuhan-kebutuhan masa kecil. Begitulah, dalam pandangan psikologi tadi, manusia hanyalah sekedar makhluk psiko-fisikal-sosial belaka, tak ada jiwa atau ruh yang menautkan manusia dengan Tuhan.

DAFTAR PUSTAKA:

Badri, Malik B., Dilema Psikolog Muslim, (Terjemahan Siti Zaenab Luxfiati),

Jakarta: Penerbit Firdaus, 1986

Hjelle, Larry A. & Ziegler, Daniel J., Personality Theories: basic Assumtions,

Research, and Aplications, Auckland: McGraw-Hill International Book

Company, 1981

Myrdal, Gunnar, Objectivity in Social Research, New York: Pantheon Books,

1969

Sahakin, William S. & Sahakin, Mabel L., Realm of Philosophy, Cambridge:

Schenkman, 1965

Suriasumantri, Jujun S., Filsafat Ilmu, Jakarta: Penerbit Sinar Harapan, 1984

(Dimuat di majalah ilmiah “Kalam”, Yogyakarta, nomor 5 vol. III tahun 1993; kemudian dimuat di buku “Membangun Paradigma Psikologi Islami”,

editor: Fuat Nashori, Yogyakarta: penerbit Sipress, 1994)

Psikologi Kematian.

Hidup dan ada didunia ini hingga saat ini tidak pernah berpesan pada Tuhan sebelumnya dan hingga menjadi apa nanti, terlahir dari rahim siapa pun tak pernah berpesan pada Tuhan sebelumya. Hingga kekurangan dan kelebihan yang diberikan Tuhan itupun bukan barang pesanan. Karena mungkin kita sudah tahu Tuhan menerapkan sistem dagang ala supermarket atau plaza yang tidak mungkin untuk ditawar dan tidak dapat dipesan sebelumnya.

Mungkin setiap dari kita sudah tahu dan mengerti akan barang dagangan Tuhan yang tidak dapat ditawar – tawar lagi oleh satupun mahluk-Nya didunia ini, seperti ; lahir dan menghilang “maut atau ajal”, jodoh dan rejeki yang kesemuanya itu dibalut dan dirangkai dalam suatu paket produk yang dinamakan takdir.
Berbicra mengenai takdir “kematian” …
Kematian merupakan hal yang sangat ditakuti oleh siapa pun “manusia” yang hidup, termasuk kalian “pembaca” dan mungkin saya “penulis”. Karena dalam benak kita yang hidup, kematian merupakan suatu proses berhentinya fungsi – fungsi tubuh secara keseluruhan baik fisik atau pun non fisik yang bersifat permanent “selamanya”. Dalam hal ini mati lahir dan mati bathin.

Kematian merupakan suatu fenomena alam yang sudah pasti dan akan datang pada setiap partikel – partikel yang memiliki nyawa dan hidup, baik hewan, tumbuhan dan kita manusia. Karena pada dasarnya bagi kita yang hidup telah melakukan perjanjian khusus denga Sang Khalik bahwa stelah kita dihembuskan nafas kehidupan maka akan diambil kembali kapan waktu dan setelah kita dicukupkan atau disempurnakan baik akal, pengetahuan hingga usia yang diberikan. Mau atau tidak mau, bisa atau tidak bisa da suka atau tidak suka.

Jika kita yang hidup tidak mati, maka dunia ini akan muak dan sumpek karena tidak mampu menopang kita yang selalu beregenerasi dan menghasilkan keturunan – keturunan baru. Dunia ini pun akan terasa sempit karena volume dunia yang terbatas dan tidak sebandingnya dengan kapasitas manusianya yang semakin bertambah. Bayangkan…

Dan jika kita yang hidup akan tetap hidup dan tidak mati, maka Tuhan dengan segala kuasa dan kekekalan-Nya patut untuk dipertanyakan. Karena Tuhan itu sendiri pun sudah patut untuk dipertanyakan ke-eksistensian-Nya yang ditopang oleh dimensi “ruang dan waktu”.
Pernah penulis bertanya ketika penulis duduk dibangku kuliah di salah satu kampus islami ternama di Jakarta. Pertanyaan yang mungkin nyeleneh dan sedikit sedehana tetapi sulit untuk mendapatkan penjelasan yang berawal dari sebuah kue putih  yang mengatas namakan penebusan dosa.


Pertanyaannya adalah :
Jika kita umat islam diajarkan tentang hari pembalasan serta akhirat, yang mengartikan bahwa disana kita akan dimasukan kedalam surga jika kita beramal shaleh selama hidup didunia dan kita akan dimasukan kedalam neraka jika kita banyak berbuat maksiat selama hidup. Begitu pula  diajaran umat nasrani yang mengatakan jika kita makan kue putih yang cerita atau mungkin riwayatnya penebusan dosa dari Isa Almasih, maka umat Nasrani pun akan masuk kedalam surga. Diajaran agama lain seperti Hindu dan Budha pun juga mengenal satu dimensi setelah kita meninggalkan dunia ini dan menuju alam kekal, yaitu surga dan neraka. Intinya sederhana kesemua agama mengajarkan kebaikan dan mengatakan tentang satu alam kekal setelah kita bermutasi dari alam fana ini dan meninggalkannya menuju alam kekal.

Sedangkan yang menjadi pertanyaannya adalah …
Jika setelah kita semua mati dan ternyata disana tidak ada yang surga atau neraka, disana hanyalah ruang hampa dan gelap serta tak ada apa – apa. Kita bagaikan setitik cahaya dalam kegelapan tanpa siapaapun dan tanpa apa pun dan tiba – tiba kita kembali lagi kedunia fana ini untuk menebus dosa masa lalu “reinkarnasi”
Jawaban yang sangat tidak memuaskan dan berkecendrungan memvonis itu terlontar dari mulut sang nara sumber yang mengatakan itu adalah faham kosong “Nihilsme” tanpa adanya penjelasan lebih lanjut meski setelah seminar itu bubar sang nara sumber datang dan mengusap – usap punggung ku seraya berkata pertanyaan bagus hanya waktunya saja yang tidak tepat.  Mungkin ada dimensi – dimensi lain dibelahan dunia ini atau mungkin dibelahan ruang dan waktu yang mungkin memilki celah untuk diamati serta dikaji lebih dalam lagi.

Ada satu hal yang penulis ingin sampaikan melalui bingkai karikarur pemikiran penulis pada kalian “pembaca” sekaligus teman belajar ku… Bahwa kematian itu adalah sesuatu yang wajar dan akan menghampiri serta datang pada setiap mahluk yang bernyawa. Tetapi bagaimana kita menghadapi kematian itu ketika datang…
Jika boleh penulis menganalogikan konsep tentang datangnya kematian maka akan tervisualisaikan dua konsep kematian yang ada dibenak penulis, yaitu
  1. Kematian akan datang dalam perwujudan wanita cantik dengan senyuman serta membawa kopi hitam dengan sebatang samsu. Jika memang kematian seperti itu datangnya maka tidak akan ada yang merasa takut untuk mati.. Ketakutan – ketakutan akan kematian yang datang adalah karenakan oleh kitanya saja belum siap untuk mati karena kita masih banyak doasa dan mungkin kita terlalu mencintai dunia yang semu ini.
  2. Kematian akan datang dalam perwujudan laki – laki berkumis tebal layaknya debt kolektor yang datang membawa berkas utang piutang yang seakan – akan menagih dan akan menyita jika kita tidak membayarnya. Jika memang kematian seperti itu datangnya maka tidak ada ynag siap intuk mati meski ia mendertia didunia. Karena jangankan untuk melihat, untuk membayangkannya saja kita sudah enggan
Ada satu hal yang lebih menakutkan dari penjelmaan kematian pada versi yang ke dua (2), yaitu matinya eksistensi diri serta jati diri. Karena kematian jenis ini merupakan kematian psikis yang menyebabkan matinya identitas diri kita.
Siapa kita ?
Dari mana kita?
Dan Akan Kemana kita
Dari ketiga pertanyaan yang mendasar tersebut timbul satu pernyataan tentang konsep KITA yang mengatakan bahwa KITA berfikir maka KITA ada
Kematian jenis inilah yang seharusnya lebih ditakuti dan di antisipasi bukan kematian fisik melainkan kematian karakter…maka gunakanlah akal pikiran serta nurani selama hidup sehingga jika kita mati nanti “fisik” karakter kita akan tetap hidup dalam diri dan pikiran orang lain.

Sumber : 
psikologi kematian

Aliran-aliran Psikologi dan Implikasinya Terhadap Kegiatan Belajar dan Mengajar.

Dalam psikologi banyak sekali hal yang harus dipelajari. Namun seyogyanya sebelum menginjak pada materi yang lebih luas dan lebih dalam lagi kita harus mengerti dan mengetahui aliran-aliran yang ada dalam psikologi. Setelah mempelajari aliran-aliran psikologi sebagai calon pendidik kita juga dituntut untuk mengetahui implikasi aliran-aliran tersebut dalam proses kegiatan belajar mengajar. Berikut ini adalah ulasannya :

1. Aliran Nativisme atau aliran pembawaan
Aliran ini dijuluki aliran pesimistis karena melihat sesuatu hanya dari kacamata hitam saja. Aliran nativisme mengemukakan bahwa manusia yang baru dilahirkan telah memiliki bakat bawaan, baik karena berasal dari keturunan orang tuanya, nenek moyangnya maupun memang ditakdirkan demikian. Menurut aliran ini, pendidikan tidak dapat diubah dan senantiasa berkembang dengan sendirinya.

2. Aliran Empirisme atau Aliran Lingkungan
Menitik beratkan pada bagaimana kita akan mengisi hidup melaksanakan hal-hal baik itu positif maupun negative, jadi tergantung pada masing-masing individu itu sendiri. Pada intinya aliran empirisme menguraikan bahwa perkembangan anak sepenuhnya tergantung pada faktor lingkungan, sedangkan faktor bakat tidak ada pengaruhnya. Dasar pikiran yang digunakan adalah bahwa pada aktu dilahirkan, anak dalam keadaan putih bersih, seperti kertas putih yang belum ditulis, sehingga bisa ditulis menurut kehendak penulisnya. 

3. Aliran Konvergensi atau Aliran Persesuaian
Tokoh aliran ini yaitu Louis William Stern (1871 – 1938). Aliran ini pada intinya merupakan perpaduan antara pandangan nativisme dan empirisme. Aliran ini menggabungkan arti penting hereditas (pembawaan) dengan lingkungan sebagai faktor yang mempengaruhi dalam perkembangan manusia. Dengan pengertian di atas dapat ditemukan hubungan antara faktor lingkungan dan faktor keturunan (konstitusi). Faktor lingkungan dan faktor keturunan menjadi sumber munculnya tingkah laku sehingga kedua faktor ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

4. Behaviorisme
Aliran tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman, aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.Behaviorisme memandang bahwa ketika dilahirkan manusia tidak membawa bakat apa-apa. Manusia akan berkembang berdasarkan stimulus yang diterima dari lingkungan sekitarnya. Aliran ini sangat menekankan pada lingkungan sebagai aspek yang sangat berpengaruh dalam perkembangan manusia. Implikasinya terhadap pendidikan adalah sebagai berikut ; pertama perlakuan terhadap individu didasarkan kepada tugas yang harus dilakukan sesuai dengan tingkat tahapan dan dalam pelaksanaannya harus ada ganjaran dan kedisiplinan. Motivasi belajar berasal dari luar (external) dan harus terus menerus dilakukan agar motivasi tetap terjaga merupakan implikasi yang kedua. Implikasi yang ketiga, metode belajar dijabarkan secara rinci untuk mengembangkan disiplin ilmu tertentu. Implikasi yang keempat, tujuan kurikuler berpusat pada pengetahuan dan keterampilan akademis serta tingkah laku sosial. Pengelolaan kelas berpusat pada guru dengan interaksi sosial sebagai sarana untuk mencapai tujuan tertentu dan bukan merupakan tujuan utama yang hendak dicapai. Implikasi yang ketujuh adalah mengefektifkan belajar, dilakukan dengan cara menyusun program secara rinci dan bertingkat sesuai serta mengutamakan penguasaan bahan atau keterampilan. Yang terakhir kegiatan peserta didik diarahkan pada pemahiran keterampilan melalui pembiasaan setahap demi setahap demi setahap secara rinci.

5. Kognitif
teori ini membahas munculnya dan diperolehnya skema tentang bagaimana seseorang mempersepsi lingkungannya. Teori digolongkan pada teori Konstruktivisme, teori ini berpendapat bahwa kita membangun kemampuan kognitif kita melalui tindakan yang termotivasi dengan sendirinya terhadap lingkungan. Menurut teori ini belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati. Pada aliran ini perkembangan kognitif ditentukan oleh manipulasi dan interaksi aktif yang anak dengan lingkungan. Implikasinya dalam proses pembelajaran adalah saat guru memperkenalkan informasi yang melibatkan siswa menggunakan konsep-konsep, Memberikan waktu yang cukup untuk menemukan ide-ide menggunakan pola-pola berfikir formal. Untuk mempermudah penerapanya kita dapat menggunakan cara-cara sebagai berikut. Pertama adalah Perlakuan individu didasarkan pada tingkat perkembangan kognitif peserta didik. Yang kedua tujuan kurikuler difokuskan untuk mengembangkan keseluruhan kemampuan kognitif, bahasa, dan motorik dengan interaksi sosial berfungsi sebagai alat untuk mengembangkan kecerdasan. Yang ketiga, bentuk pengelolaan kelas berpusat pada peserta didik dengan guru sebagai fasillitator. Yang terakhir, mengefektifkan mengajar dengan cara mengutamakan program pendidikan yang berupa pengetahuan-pengetahuan terpadu. Tujuan umum dalam pendidikan adalah untuk mengembangkan sisi kognitif secara optimal dan kemampuan menggunakan kecerdasan secara bijaksanaan.

6. Humanisme
Aliran Humanisme sangat memperhatikan tentang dimensi manusia dalam berhubungan dengan lingkungannya secara manusiawi dengan menitik beratkan pada kebebasan individu untuk mengungkapkan pendapat dan menentukan pilihannya. Aliran ini memandang bahwa belajar bukan sekedar pengembangan kualitas kognitif saja, melainkan juga sebuah proses yang terjadi dalam diri individu yang melibatkan seluruh bagian atau domain yang ada. Implikasinya terhadap pendidikan adalah sebagai berikut. Pertama, perlakuan terhadap individu didasarkan akan kebutuhan individual dan kepribadian peserta didik. Kedua, motivasi belajar berasal dari dalam diri (intrinsik) karena adanya keinginan untuk mengetahui.Ketiga, metode belajar menggunakan metode pendekatan terpadu dengan menekankan kepada ilmu-ilmu sosial. Keempat, tujuan kurikuler mengutamakan pada perkembangandari segi sosial, keterampilan berkomunikasi, dan kemampuan untuk peka terhadap kebutuhan individu dan orang lain. Kelima, bentuk pengelolaan kelas berpusat pada peserta didik yang mempunyai kebebasan memilih dan guru hanya berperan untuk membantu. Keenam, untuk mengefektifkan mengajar maka pengajaran disusun dalam bentuk topik-topik terpadu berdasarkan pada kebutuhan peserta didik. Yang terakhir, kegiatan belajar peserta didik mengutamakan belajar melalui pemahaman dan pengertian bukan hanya untuk memperoleh pengetahuan.

7. Gestalt
Menurut teori ini persepsi manusia terjadi secara menyeluruh, sekaligus dan terorganisasikan, tidak secara parsial atau sepotong-sepotong.
Implikasinya terhadap pendidikan adalah sebagai berikut. Pertama, pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa. Kedua, pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya. Ketiga, perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya. Keempat, prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik. Yang terahir, transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.

8. Kontruvisme
Adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan adalah bentukan kita sendiri. Pengetahuan merupakan hasil dari knstruksi kognitif melalui kegiatan seseorang dengan membuat struktur kategori konsep dan skema yang diperlukan untuk membentuk pengetahuan. Aliran psikologi ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks. Siswa harus berusaha memecahkan masalah, menemukan sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan menggunakan ide-ide.
Implikasinya dalam pembelajaran adalah guru tidak hanya memberikan pengetahuan pada siswa tetapi juga mendorong siswa agar dapat menerapkan ide-idenya sendiri. Semakin baik cara memotifasi guru terhadap siswanya maka akan semakin bersemangatlah siswa mengembangkan ide-idenya sendiri. Setelah itu diharapkan siswa dapat lebih kreatif dalam mencari informasi yang berguna bagi dirinya sendiri. Dan cara pemecahan masalah akan lebih variatif karena satu siswa dengan siswa lainnya.

9. Aliran Asosiasi
Pengembangan dari empirisme pada Renaisans yang mempelajari tentang manusia. Menurut Aliran Asosiasi bahwa prosesi psikiologi adalah ”Asosiasi Ide”. Unsur atau elemen terkecil dari jiwa manusia adalah Simple idea. Simple idea bukan bawaan dari lahir, merupakan hasil yang diperoleh manusia. Apabila simple idea yang satu dengan yang lain di gabung akan menghasilkan complex idea, apabila complex idea di gabung akan menghasilkan Compund idea (gabungan ide).

Sumber : 


disini

The Power Of Kepepet.


Dalam kehidupan sehari-hari, selain hal-hal yang konvensional selalu kita temui, peristiwa-peristiwa yang luar biasa kadang pun terjadi. Bagi sebagian besar dari kita percaya telah mendengar cerita seperti “orang yang bisa melompati pagar yang tingginya 3x tinggi badannya karena dikejar-kejar anjing padahal ia bukan atlit” ataupun percaya terhadap cerita “seorang ibu yang mampu mengangkat mobil oleh karena anaknya tercepit dibawahnya”. Serta berbagai kisah sukses lain yang dilatarbelakangi keterbatasan seseorang kemudian kini menjadi orang yang sukses bahkan tangguh.

Kisah seorang mahasiswa yang hampir di DO dari almamaternya oleh karena tidak adanya biaya pendidikan oleh karena keterbatasan pendapatan orang tua, mengharuskan mahasiswa memenuhi kebutuhannya tersendiri, yang kemudian berakhir menjadi Profesor, sudah tidak asing lagi ditelinga kita.
Peristiwa-peristiwa tersebut dapat dijelaskan dalam konsep psikologi kepepet. Yaitu, seseorang menjadi memiliki motivasi yang tinggi untuk melaksanakan sesuatu ketika tidak ada pilihan lain, ketika melakukan hal itu merupakan harga mutlak bagi dia. Bagaimana orang yang terbatas secara finansial, kemudian melakukan berbagai langkah yang “terpaksa” untuk sama-sama dengan mahasiswa yang lain dapat menyelesaikan studinya. Sehingga dengan modal minimal seperti membaca buku di perpus benar-benar merupakan hal yang harus. Berbeda mungkin dengan mahasiswa umumnya yang serba tepenuhi kebutuhanya, justru tidak pada performasi optimal. Hal keharusan melakukan sesuatu itu, terjadi karena kondisi yang “tidak ada pilihan”, kemudian menyebabkan terangsanya motivasi yang begitu kuat.

Dalam psikoanalisis dikenal konsep tentang libido. Yaitu merupakan energi psikis yang dapat muncul oleh karena tekanan yang kuat. Kemampuan memori yang lebih pun bukan hal yang tidak mungkin, bahkan peristiwa-peristiwa sepeti contoh diatas pun bukanlah hal yang tidak mungkin.
Hal yang menarik adalah sesungguhnya manusia memilki potensi yang sangat besar, bahkan sebagian orang telah mengetahui potensinya. Maka pertanyaanya apakan kita akan senatiasa berusaha mengoptimalkan potensi yang ada setiap saat? Ataukah kita hanya akan selalu “terpaksa” mengoptimalkan diri hanya karena kepepet?

Sumber :  psikologi kepepet

Kepribadian dalam Psikologi.

KEPRIBADIAN
Kepribadian bukan sebagai bakat kodrati, melainkan terbentuk oleh proses sosialisasi Kepribadian merupakan kecenderungan psikologis seseorang untuk melakukan tingkah laku sosial tertentu, baik berupa perasaan, berpikir, bersikap, dan berkehendak maupun perbuatan. Pada Dasarnya manusia memiliki komplit atau beraneka ragam kepribadian namun penonjolan karakternya masing - masing memiliki perbedaan yang tersusun atas dasar fatalitas jasmani dan rohania, di samping ada faktor temperamen, karakter,dan bakat fitalitas jasmani seseorang bergantunng pada konstruksi tubuhnya yang terpengaruh oleh factor-faktor hereditas sehingga keaadaanya dapat di katakan tetap atau konstan. Dalam kepribadian memiliki bersifat berubah ubah dan mengikuti keadaan mental seseorang yang sifatnya khas.

Ada beberapa teori - teori kepribadian :
1. Teori Psikoanalisis
model kepribadian yang saling berhubungan dan menimbulkan ketegangan satu sama lain. Konflik dasar dari tiga sistem kepribadian tersebut menciptakan energi psikis individu. Kepribadian menurut teori ini, dipengaruhi oleh tiga sistem yaitu id, ego, dan super ego. Teori ini dikemukakan oleh Freud.
2. Teori sifat
menurut teori ini kepribadian dapat mencerminkan sifat seseorang. Sifat disini dapat meliputi sifat kardinal, sifat sentral, sifat skunder, viscerotonia, somatotonia, dan cerebretonia.
3. Teori behaviorisme
kepribadian merupakan pengamatan yang sistematis, dan mempunyai latar belakang genetis yang unik. Dan kepribadian ini diperoleh melalui belajar. Belajar disini berarti bahwa penyebab tingkah laku bukan dari dirinya sendiri melainkan dari kedudukan seseorang di lingkungannya.
4. Teori psikologi kognitif

kepribadian manusia merupakan suatu kesatuan yang saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya. Ini berarti bahwa dalam kepribadian, antara aspek fisik dan aspek psikis tidak dapat dipisahkan.

Tipe kepribadian antara lain melancholis yang berarti rang-orang yang mempunyai tipe kepribadian ini selalu bersikap murung atau muram, pesimistis dan selalu menaruh rasa curiga. Sanguinis orang yang mempunyai tipe kepribadian ini selalu menunjukkan wajah yang berseri. Flagmatis kepribadian ini mempunyai pembawaan yang tenang. Namun, wajahnya selalu menampakkan pesimistis. Sifatnya malas dan mempunyai pendirian yang tidak mudah berubah. Terakhir adalah Koleris atau orang dengan tipe kepribadian ini bertubuh besar dan kuat, namun penaik darah dan sukar mengendalikan diri, sifatnya garang dan agresif.
Faktor yang memepengaruhi kepribadian pertama yaitu keturunan. Terdapat tiga dasar penelitian yang berbeda yang memberikan sejumlah kredibilitas terhadap argumen bahwa faktor keturunan memiliki peran penting dalam menentukan kepribadian seseorang. Dasar pertama berfokus pada penyokong gen dari perilaku dan temperamen anak-anak. Dasar kedua berfokus pada anak-anak kembar yang dipisahkan sejak lahir. Dasar ketiga meneliti konsistensi kepuasan kerja dari waktu ke waktu dan dalam berbagai situasi. Faktor yang kedua yaitu lingkungan di mana seseorang tumbuh dan dibesarkan. Norma dalam keluarga, teman, kelompok sosial dan pengaruh-pengaruh lain yang seorang manusia dapat alami.

Karakteristik sifat sifat kepribadian yang umumnya melekat dalam diri seorang individu adalah malu, agresif, patuh, malas, ambisius, setia, dan takut. Karakteristik-karakteristik tersebut jika ditunjukkan dalam berbagai situasi, disebut sifat-sifat kepribadian. Sifat kepribadian menjadi suatu hal yang mendapat perhatian cukup besar karena para peneliti telah lama meyakini bahwa sifat-sifat kepribadian dapat membantu proses seleksi karyawan, menyesuaikan bidang pekerjaan dengan individu, dan memandu keputusan pengembangan karier.
SIKAP
Pengertian Sikap sikap menurut Notoatmodjo merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulasi atau obyek. Sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu.Dapat diartikan juga sikap adalah kecenderungan bertindak, berpikir, berpersepsi, dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai.Sikap bukanlah perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara tertentu terhadap objek sikap. 

Sikap relatif lebih menetap atau jarang mengalami perubahan. Ada tiga komponen yang secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh. Pertama kognitif yaitu kepercayaan seseorang mengenai yang berlaku atau apa yang benar bagi obyek sikap. Sekali kepercayaan itu telah terbentuk maka ia akan menjadi dasar seseorang mengenai apa yang dapat diharapkan dari obyek tertentu. Kedua afektif yang menyangkut masalah emosional  subyektif seseorang terhadap suatu obyek sikap. Secara umum komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki obyek tertentu. 

Terakhir konatif yang menyangkut komponen perilaku dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku dengan yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan obyek sikap yang dihadapi. Faktor yang mempengaruhi sikap antara lain adanya akumulasi pengalaman dari tanggapan-tanggapan tipe yang sama, pengamatan terhadap sikap lain yang berbeda, hasil peniruan terhadap sikap pihak lain secara sadar ataupun tidak sadar, pengalaman yang baik atau buruk. Karakteristik Sistem Sikap meliputi sikap ekstrem atau sulit berubah, onsistensi berupa sikap yang stabil, interconnectedness mengenai keterikatan suatu sikap dengan sikap lain dalam suatu kluster. Konsonan yang maksudnya sikap yang saling berderajat selaras akan lebih cenderung membentuk suatu kluster.

PRASANGKA
Prasangka berarti membuat keputusan sebelum mengetahui fakta yang relevan mengenai objek tersebut. John E. Farley mengklasifikasikan prasankgka e dalam tiga kategori, pertama prasangka kognitif, merujuk pada apa yang dianggap benar, prasangka afektif berkaitan apa yang disukai dan tidak disukai. prasangka konatif atau bagaimana kecenderungan seseorang dalam bertindak. Ada beberapa faktor yang menyebabkan prasangka diantaranya yaitu prasangka dalam rangka mencari kambing hitam, berprasangka karena ia sudah dipersiapkan di dalam lingkungannya, karena adanya perbedaan yang menimbulkan perasaan superior, ataupun karena kesan yang menyakitkan.

PERSEPSI
Persepsi merupakan proses yang terjadi di dalam diri individu yang dimulai dengan diterimanya rangsang, sampai rangsang itu disadari dan dimengerti oleh individu sehingga individu dapat mengenali dirinya sendiri dan keadaan di sekitarnya (Bimo Walgito). Persepsi merupakan proses pengorganisasian dan penginterpretasian terhadap stimulus oleh organisme atau individu sehingga didapat sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas yang terintegrasi dalam diri individu (Davidoff). Faktor-faktor yang memengaruhi persepsi bisa terletak dalam diri pembentuk persepsi, dalam diri objek atau target yang diartikan, atau dalam konteks situasi di mana persepsi tersebut dibuat. Jenis – jenisnya antara lain persepsi visual didapatkan dari indra penglihatan, ersepsi auditori didapatkan dari indera pendengaran, persepsi pengerabaan didapatkan dari indera peraba yaitukulit, persepsi penciuman, persepsi pengecapan atau rasa pada lidah.

KONSEP DIRI
Diri merupakan suatu organisasi dari aspek-aspek yang saling berkaitan, yang membentuk suatu struktur kepunyaan dengan segala sejalanya. Aspek yang terdapat dalam diri saling berkaitan dan saling melengkapi untuk dapat mengkondisikan diri itu sendiri. Aspak-aspek tersebut yaitu aspek fisik dan aspek psikis, dengan segala komponennya yaitu emosi, psikososial, mental, pola pikir, dan komponen yang lain. Diri merupakan sesuatu yang dapat dilihat melalui panca indra yaitu mata. Diri yang dapat dilihat inilah merupakan aspek fisik yang ada dalam diri. Konsep diri dapat didefinisikan secara umum sebagai keyakinan, pandangan atau penilaian seseorang terhadap dirinya. Menurut Hurlock (1978:237), pemahaman atau gambaran seseorang mengenai dirinya dapat dilihat dari dua aspek, yaitu aspek fisik dan aspek psikologis. Gambaran fisik diri menurut Hurlock, terjadi dari konsep yang dimiliki individu tentang penampilannya, kesesuaian dengan seksnya, arti penting tubuhnya dalam hubungan dengan perilakunya, dan gengsi yang diberikan tubuhnya di mata orang lain. Sedangkan gambaran psikis diri atau psikologis terdiri dari konsep individu tentang kemampuan dan ketidakmampuannya, harga dirinya dan hubungannya dengan orang lain.

Konsep diri tidak dibawa sejak lahir tetapi secara bertahap sedikit demi sedikit  timbul sejalan dengan berkembangnya kemampuan persepsi individu. Konsep diri manusia terbentuk melalui proses belajar sejak masa pertumbuhan seseorang dari kecil hingga dewasa. Bayi yang baru lahir tidak memiliki konsep diri karena mereka tidak dapat membedakan antara dirinya dengan lingkungannya. Menurut Allport (dalam Skripsi Darmayekti, 2006:21) bayi yang baru lahir tidak mengetahuui tentang dirinya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan dan perkembangan konsep diri, antara lain usia
 
Konsep diri terbentuk seiring dengan bertambahnya usia, dimana perbedaan ini lebih banyak berhubungan dengan tugas-tugas perkembangan, Berikutnya inteligensi yaitu semakin tinggi taraf intreligensinya semakain baik penyesuaian dirinya dan lebih mampu bereaksi terhadap rangsangan lingkungan atau orang lain dengan cara yang dapat diterima. Hal ini jelas akan meningkatkan konsep dirinya, Selanjutnya tingkat pendidikan yang tinggi akan meningkatkan prestisenya, status sosial seseorang mempengaruhi bagaimana penerimaan orang lain terhadap dirinya. 

Penerimaan lingkungan dapat mempengaruhi konsep diri seseorang, seseorang yang mempunyai hubungan yang erat dengan seorang anggota keluarga akan mengidentifikasikan diri dengan orang lain dan ingin mengembangkan pola kepribadian yang sama, selanjutnya mengenal diri kita dengan mengenal orang lain terlebih dahulu. Bagaimana anda mengenal diri lewat oranglain, akan membentuk konsep diri sendiri serta kelompok - kelompok yang secara emosional mengikat individu, dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep dirinya. 

Sumber :  
klik ini

Psikologi- antara Realita Mimpi dan Imaginasi

Mimpi adalah kunci
Untuk kita taklukan dunia

Itu adalah sepenggal lagu yang menjadi soundtrack film “ Laskar Pelangi”, sebuah kisah yang benar-benar menggugah hati, perjalanan kisah anak-anak desa terpencil yang merintis hebatnya perjalanan hidup yang diawali dari sebuah MIMPI.

MIMPI, apakah hebatnya arti dari kata tersebut? Bagaimana bisa dengan sebuah kata bisa membuat sebuah realita kehidupan yang tak terduga?

Apa itu mimpi? Mungkin mimpi disini masih sering dikaitkan dengan visi. Lalu apa itu visi ? Dalam bahasa Inggris visi berasal dari kata vision artinya pandangan jauh ke depan. Bisa dimaknai sebagai realitas yang ingin dicapai. Bila mimpi sering dikaitkan dengan visi, mungkin karena keduanya merupakan sesuatu yang abstrak. Tapi sebenarnya mimpi dan visi itu berbeda, karena visi adalah mimpi yang sengaja diciptakan di alam sadar, sedangkan mimpi merupakan pulsa otak yang tidak beraturan. Tetapi, sering terjadi, orang-orang yang benar-benar mengidamkan visi nya tercapai, terbawa ke alam mimpi, hal ini dapat dijelaskan karena sesuatu yang sangat diharapkan, sesuatu yang benar-benar diangankan, akan selalu terbayang sehingga membuat amigdala merekamnya pada otak bawah sadar kita, sehingga hal tersebut dapat muncul pada alam mimpi kita. Hal ini tidak negative, justru sangat penting agar dapat terus termotivasi mewujudkan visi.

Ada sebuah kalimat yang menurut saya sangat menginspirasi, seperti di bawah ini :

“ Vision without action is only a dream, action without vision is only merely passing out of time, but vision with action can change the world…”

Jadi bila visi hidupmu hanyalah sebuah angan dan imajinasi tanpa perealisasian yang nyata (not action) maka visi itu hanya sekedar mimpi dan sebatas imajinasi. Tapi jika visi itu diikuti dengan realisasi (action) maka kamu dapat mengubah dunia ini. Ini adalah sebuah pilihan hidup. Ada label harga yang harus dibayar untuk mendapatkan mimpi-mimpi itu, yaitu dengan menjalani proses perealisasiannya, tidak bisa tidak. Ini adalah harga mutlak yang sama sekali tidak bisa ditolak.

Hidup ini mungkin dapat dianalogikan seperti sebuah peperangan penaklukan dunia. Kita adalah pasukan perang yang megemban visi menaklukan tempat tersebut (ex. Salah satu tempat di dunia). Untuk mendapatkan tempat tersebut (visi) maka kita harus membayar label harganya yaitu menghadapi musuh-musuh yang menghalangi kita. Musuh-musuh ini diibaratkan tantangan maupun rintangan yang kita rasakan dan alami dalam hidup. Musuh ini datang setiap waktu tidak dapat ditentukan karena merekapun memiliki strategi menghancurkan kita, jika kita loyo, letih, istirahat, ataupun merasa tidak mampu, maka sudah dapat dipastikan bagaimana akhir dari peperangan ini. Oleh karena itu, no time wash, no time just kidding, no time useless. Karena sebelum sempat kita menikmati kesenangan sesaat itu, kepala kita telah dipenggal oleh musuh. Oleh karena musuh begitu gencar, bila kita tidak memiliki strategi dan membuat perencanaan yang matang, sama saja merencanakan kegagalan atau menyerahkan diri untuk dibunuh. Jadi tidak ada pilihan lain kecuali memperkuat diri dengan pembuatan strategi dan latihan. Sebuah kalimat “harus lebih baik” mungkin pernyataan yang tepat, karena jika tidak seperti itu kita pasti akan kalah. Pada hakikatnya hanya ada 2 peran dalam setiap peperangan yaitu menang atau kalah. Jika tidak ada pertengahan dalam sebuah peperangan. Menang atau kalah adalah sebuah pilihan hidup, bukan sebuah takdir ataupun nasib. Kita sendiri yang membuat pilihan-pilihan itu menjadi nasib bagi kita.

Merancang sebuah perjalanan hidup kita, merancang nasib adalah sebuah pilihan, lakukan atau tidak. Apabila kita mengambil Ya, maka itulah yang disebut Misi dan strategi hidup. Namun jika memilih tidak dan mengatakan bahwa “ saya tidak kuasa menentukan nasib saya, saya hanya bersandar pada nasib yang sudah ditentukan” maka, satu pesan untuk Anda : “ mati Anda lebih baik dari hidup Anda” !!!

Misi hidup adalah sebuah rancangan langkah-langkah (strategi) yang kita ambil untuk mewujudkan visi hidup kita. Langkah-langkah itu harus spesifik, jelas, dapat diukur dan memiliki batas waktu. Misalnya untuk 5 / 10/ 20 tahun kedepan, kita harus sudah menggapai hal A dan B yang mendukung visi kita. Ini yang dinamakan startegi jangka pendek, menengah dan jangka panjang. Setelah semuanya dirancang, maka hal yang sangat tidak mungkin langsung terwujud jika tidak ada sebuah perealisasian nyata, yaitu dengan berkomitmen menjalankan program-program tersebut, mana yang perlu didahulukan, peralatan apa saja yang di butuhkan, dsb. “ Think big, start now, and act now”. Setelah direalisasikan, kita pun harus selalu mengontrol pelaksanaan program tersebut (evaluasi) agar kita dapat menyempurnakan apa yang sudah kita lakukan.

Bila semua telah kita usahakan dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan kemampuan kita, maka hasil akhirnya ada di tangan sang pemilik jiwa ini, pemilik langit dan bumi serta yang ada di antara keduanya, ALLAH. Karena atas rahmat Nya lah kita bisa mendapatkannya, oleh karena itu berdoalah, karena itu merupakan kekuatan seorang mukmin.

Semoga beberapa tahun yang akan datang, kita semua dapat tersenyum bahagia ketika mimpi-mimpi dan imajinasi kita bisa menjadi sebuah realita.

Sumber :  Klik Ini

Terapi Psikologi Kenakalan Anak/Remaja.

“Anak saya bandel sekali” ucap seorang ibu yang mempunyai anak 10 tahun.
“Anak saya lebih parah, putus sekolah, dikeluarin dari sekolah” sahut seorang ibu yang stres berat.
“Pembantu saya suka mencuri, tidak takut dimarahi, tidak pernah jera, merusak properti kami” keluh seorang majikan yang kesal
“Anak asuh kami senang berbohong, tidak tanggung jawab, tidak pernah menaati peraturan, sering berkelahi, tidak dapat diatur, sering pergi sesuka hati tanpa permisi” jawab seorang pengasuh panti asuhan.
” Teman saya seorang pembunuh tanpa meninggalkan jejak dan tanpa merasa bersalah sama sekali” pinta seorang seorang teman sepermainanya.
Beberapa pernyataan di atas merupakan kejadiaan yang benar-benar nyata dan sungguh menyeramkan dan sekaligus mencemaskan lingkungan sekitar kita.. Ya.. Antisosial.. Manusia yang mempunyai superego yang sangat lemah, nilai dan norma sosial yang sangat buruk, moralitas yang tidak terjaga dan tidak memiliki aturan sosial.

Untuk sebutan di zaman moderenisasi ini sebagai manusia psikopat atau sosiopat.. mereka mempunyai ciri-ciri yang sangat kompeks yang tentunya berhubungan dengan aspek aspek sosial dan masyarakat seseorang.
Secara umum bagi orang-orang yang belum mengetahui sebutan dari antiosial, mereka menyebut orang-orang yang mempunyai sisat-sifat di atas sebagai “Bad Boy”atau “Bad Girl”. Mereka hanya mengira perilaku-perilaku terganggu tersebut merupakah hal yang wajar atau merupakan suatu penyesuaian sosial atau perubahan/perkembangan seseorang dari satu masa ke masa berikutnya. Namun, mereka belum mengetahui bahwa manusia antisosial adalah manusia yang terganggung secara psikologis secara berkesinambungan hampir di setiap aspek kehidupannya.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan manusia menjadi antisosial adalah adalah :
1. Pola asuh keluarga. Orang tua yang tidak menyerapkan aturan-aturan di dalam keluarga sehingga membuat anak menjadi tidak terorganisasi. Orang tua yang terlalu menyanyangi anaknya/membela anaknya walaupun salah/melindungi anaknya dari kesalahan sehingga membuat anaknya menjadi manja dan tidak dapat menerapkan hukum benar atau salah. dll
2. Figur Orang tua. Orang tua yang tidak mempunyai model yang baik, orang tua yang mempunyai perilaku antisosial menyebabkan anak-anaknya mengikuti model dari orang tuanya. Kehilangan orang tua atau tidak adanya figur orang tua juga menyebabkan anaknya tidak dapat menemukan model yang akan dicontohinya sehingga membuat anak mencontohi orang lain terutama orang yang kurang bijaksana.
3. Lingkungan. Salah satu perkembangan dan kepribadian manusia ditentukan oleh faktor lingkungan.
4. Biologis/Genetika. Ahli ilmu pengetahuan menemukan bahwa ada kesalahan/kerusakan otak pada sang anak.
5. Dll

Setelah memasuki masa dewasa, mengapa manusia antiosial tidak takut untuk membunuh dan tidak merasa sedih/tertekan sama sekali bahkan dapat hidup normal dan berpakai rapi seperti para eksekutif ???
Ya.. karena mereka mengalami Gangguan Kepribadian Antisosial.
Penanganan yang dapat kami berikan adalah menggunakan 2 metode penyembuhan, yaitu penyembuhan secara psikologis dan fisik. Mengapa fisik ?? Karena gangguan tersebut diyakini oleh para ahli yang mengatakan bahwa adanya kemungkinan kelebihan hormon yang dapat meningkatakan agretivitas.
Penangan secara psikologis mencakup terapi tingkah laku (behavioritis therapy), terapi kognitif (perubahan cara berpikir), terapi cermin dan terapi moralitas.

Kemudian disamping itu, kami juga menambahkan terapi fisik untuk membantu menyelaraskan organ-organ tubuh yang diyakini dapat menganggu otak, tulang, hormon dan agretivitas. Terapi yang diberikan adalah terapi fisioterapi, terapi akupunktur, terapi akupresure dan terapi listrik.
Intinya kami menyembuhkan klien secara keseluruhan secara fisik dan psikis.
Siapapun yang menemukan orang-orang yang seperti ini :
1. Tidak takut pada hukuman.
2. Mengulangi kesalahan yang sama terus menerus.
3. Tidak bertanggung jawab
4. Bermuka dua (Ramah di depan dan buruk di belakang)
5. Suka berbohong
6. Berkelahi, tidak mau mengerjakan kewajibannya, putus sekolah.
7. Tidak mempunyai rasa malu
8. Melanggar semua norma sosial dan masyarakat
9. Dll

Jika anda menemukan anak anda mempunyai sifat antisosial.. segera konsultasi dengan ahlinya dan cari penangananya. Karena semakin lama dibiarkan maka gangguannya akan semakin berat dan banyak bahkan jika kita membiarkan antisosialnya berkembang sampai dewasa maka anak tersebut dapat menjadi seorang pembunuh.

Sumber : 
Disini

Psikologi–What’s Your Focus?

Hidup ini ibarat sebuah perjalanan panjang untuk mencapai suatu tempat akhir. Proses perjalanan itulah yang dinamakan waktu-waktu kehidupan. Dalam perjalanan tersebut seringkali ditemui hambatan maupun kesenangan, yang kesemuaannya berfungsi sebagai kumpulan pengalaman yang digunakan sebagai acuan perjalanan selanjutnya. Jalan tiap orang di muka Bumi ini berbeda-beda. ibaratnya ada yang perjalanannya lewat bagian barat, timur, utara, selatan (dan lainnya), namun tujuan akhir tetap sama, yaitu menuju ke satu titik akhir.

Ketika seorang manusia dilahirkan, maka sesungguhnya dia telah memulai perjalanannya. Meskipun tidak terlalu terlihat, namun saat masih bayi dia telah melakuakan sesuatu yang dapat ia lakukan dalam proses perjalanan itu. Fisik nya, ruh nya, Bakat yang dimilikinya, minatnya, tidak akan sama dengan manusia lain (olehkarena itulah manusia disebut unik) sehingga semua manusia memiliki peran masing-masing dalam perjalanan hidupnya. Peran tersebut tidak dapat digantikan dengan oranglain, karena ibarat alat elektronik, spesifikasinya berbeda.
Jalan kehidupan seseorang ditentukan oleh dirinya sendiri. Namun bekal yang dibawa seseorang untuk menjalani kehidupan diberi langsung oleh Sang Pencipta. Ketika ia melihat oranglain berbeda dengannya, bukan hal buruk jika ia tidak dapat melakukan hal yang dapat dikuasai oranglain, itu karena bekalnya berbeda, sehingga peran nyapun berbeda, mungkin jalan yang ditempuhpun berbeda. Jadi, sangatlah buruk jika seseorang menjadi stress atau frustasi jika kelemahannya yang menjadi fokus utamanya.

Perlu disadari, kehidupan ini seperti petualangan, kita tidak dapat mengandalkan kelemahan kita, yang membuat kita bergantung pada oranglain, karena jika oranglain itu baik, mungkin saja awalnya kita terus terbantu, tetapi disaat musuh besar datang, yang membuatnya tidak memilimi pilihan sehingga hanya ada kata aku dan kamu, selamatkan diri masing-masing, yang membuat nya fokus pada dirinya, menyelamatkan dirinya dan meninggalkan kita terbunuh oleh musuh. Namun jika kita bergantung pada orang yang buruk, akan lebih parah lagi, mengapa? karena dia ibarat musuh dalam selimut, maka siap-siap saja akan kehancuranmu.
Jadi, hal yang paling utama adalah jangan pernah menyerahkan tanggungjawab hidup diri pada oranglain. Hanya ada satu orang yang bertanggungjawab akan diri kita, yaitu kita sendiri. Lalu bagaimana dengan senjata diri? Ingat masing-masing kita diberi bekal oleh Sang Pencipta, berupa kelebihan-kelebihan. Meskipun kelebihan itu berbeda, jangan menganggap remeh kelebihan diri. Kelebihan kitalah yang akan menjadi senjata kehidupan kita. Lalu muncul pertanyaan, bagaimana kita tahu senjata itu lebih baik dari senjata oranglain? Jawabannya adalah keyakinan (believe). Jika kita sendiri sudah tidak yakin, maka senjata itu tidak akan memiliki kesempatan untuk mengeluarkan kemampuan terbaiknya, ataupun jika kita hanya percaya setengah, senjata itu tidak sempat ,mengeluarkan andalannya hingga kita mengatakan bahwa hal ini tidak berguna dan tergesa-gesa menguburnya. Lalu, bagaimana kita bisa melanjutkan perjalanan jika tanpa senjata, jika semua senjata kita telah terkubur? Bergantung pada oranglain mungkin itu pilihan orang-orang dalam keadaan ini. Mereka tidak tahu, jika hal itu dilakukan mereka, ibarat melempar boomerang, maka boomerang itu akan kembali dan mungkin akan menebas lehernya sendiri.

Ketika kita bergantung pada oranglain yang secara naruliah memiliki bekal berbeda, maka secara lumrahnya adalah segala hal yang kita fokuskan adalah orang tersebut, kita beranggapan bahwa kekuatan itu adalah kekuatan orang tempat kita bergantung, sedangkan kelemahan itu adalah segala yang tidak dapat dilakukan orang tersebut, paradigma salah ini benar-benar menyesatkan kita, benar-benar akan membawa kita menemui lubang kematian kita sendiri. Mengapa demikian? Jawabannya adalah karena kekuatan dan kelemahan masing-masing orang berbeda-beda, jika terjadi bias paradigma seperti ini, maka sudah dapat dipastikan bagaimana perjalanan hidup orang yang bergantung tersebut. Hidupnya mungkin akan terdengar seperti sebuah pepatah “ hidup bagaikan air yang mengalir” atau bisa juga dengan pepatah “ Bagaikan air di daun talas”, tidak ada tanggungjawab, tidak ada usaha, tidak ada kerjakeras, just say “all of time is for lazies time, I wanna do whatever I wanna do, n Whatever You say I just know That I don’t responsiblity with my self”. Menjadi orang yang reaktif adalah ciri nya.

Fokus seseorang dapat membedakan perilaku seseorang, jika fokus seseorang adalah mimpi yang akan diwujudkannya, maka perilaku nya adalah perilaku terencana yang telah diprogram untuk mendapatkan tujuannya. Kepribadian orang yang dapat fokus pada hidupnya adalah orang-orang yang memiliki kepribadian yang berkarakter dan kepribadian luarbiasa. Namun, jika fokus hidup seseorang masih abu-abu bahkan masih sangat buram, maka perilakunya dapat terlihat sangat mencolok yaitu tidak bertanggung jawab atas hidupnya yang dicirikan dengan banyak mengeluh, hidup di zona nyaman, tidak mau kerja keras, dan istilahnya “nyantai terus”, hidupnya ibarat “dimana angin bertiup disana arahnya mencondong”, tidak memiliki prinsip hidup.
Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, hingga kaum itu sendiri yng mengubahnya” jika hal ini direnungi, maka sudah sangat jelas, bahwa kitalah yang bertanggung jawab akan hidup kita, masa depan kita. Bahkan Allah sendiri pun tidak akan mengubahnya, jadi jangan berandai-andai dengan angan-angan kosong. Ini pelajaran sanagat penting!

Jadi jangan meletakkan harapan kosong pada segala kegiatan kita, dengan menyandarkan bahwa nasib yang akan membawa kita pada kehidupan yang semestinya. Kalimat tersebut merupakan hal bodoh yang terdengar sangat buruk yang diucapkan beribu orang dalam masa yang berbeda dg kemasan yang berbeda pula. Sungguh memuakkan !

Kembali ke redaksional awal, bahwa perjalanan hidup kita ditentukan apa sebenarnya yang menjadi fokus utama kita, what’s Your Focus on?
Jika Anda fokus pada tujuan Anda dengan memanfaatkan segala bekal kelebihan Anda, maka beruntunglah, karena mungkin Anda akan mendapat tujuan akhir Anda, meskipun ada faktor lain yang berperan yaitu, izin sang Kuasa, karena Dialah yang mengizinkan segalanya terjadi, jadi berdo’alah setelah Anda melakukan terbaik menurut versi Anda.
“Just be Your self”

Sumber : 
Klik Tulisan Ini

Psikologi Umum

A.Konsep Psikologi
Konsep psikologi adalah generalisasi dari ilmu psikologi yang meliputi pengertian,hubungan psikologi dengan ilmu lain,sejarah,dan aliran-aliran psikologi.

B.Pengertian Psikologi
Di tinjau dari segi ilmu bahasa, perkataan psikologi berasal dari perkataan psyche yang diartikan jiwa dan perkataan logos yang berati atau ilmu pengetahuan. Karena itu perkataan psikologi sering diartikan atau diterjemahkan dengan ilmu pengetahuan tentang jiwa atau disingkat dengan ilmu jiwa.Berikut ini adalah definisi psikologi menurut para ahli :
* Ernest Hilgert (1957) menyatakan dalam bukunya Introduction to Psychology“Psychology may be defined as the science that studies the behavior of men and other the animal”etc.(Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan hewan lainnya).
* George A.Miller (1974:4) menyatakan dalam bukunya Psychology and Comunication: “Psychology is the science that attempt to describe,predict, and control mental and behavior event”.(psikologi adalah ilmu yang berusaha menguraikan ,meramalkan,dan mengendalikan peristiwa mental dan tingkah laku).
* Cliford T.Morgan (1961:2) dalam bukunya Introduction to Psychology: “Psychology is the science of human and behavior”.( Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan hewan).
* Robert S.Woodwort dan Marquis DG (1957:7) dalam bukunya Psychology: ”Psychology is the scientific studies of individual activities relation to the inveronment”.( Psikologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari aktivitas atau tingkah laku individu dalam hubungan dengan alam sekitarnya).
Berdasarkan definisi para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan hubungannya dengan lingkungan.

C.Hubungan Psikologi dengan Ilmu Lain
Psikologi beserta sub-subilmunya,pada dasarnya mempunyai hubungan yang sangat erat dengan ilmu-ilmu lain dan bersifat timbal-balik.Psikologi memerlukan bantuan ilmu-ilmu lain dan sebaliknya ilmu-ilmu lain juga memerlukan bantuan psikologi.Berikut ini beberapa uraian hubungan psikologi dengan ilmu lain :

1.Hubungan Psikologi dengan Sosiologi
Psikologi mempunyai hubungan yang erat dengan sosiologi karena sosiologi memberikan prespektif dasar tentang kondisi manusia.Jika psikologi dan sosiologi digambarkan sebagai dua buah lingkungan yang saling berpotongan,psikologi social adalah luasan tempat tumpang tindih kedua lingkaran tersebut.Namun psikososial berbeda dengan psikologi karena psiko social mempelajari tentang perilaku manusia dalam hubungannya dengan lingkungan,sedangkan psikologi mempelajari perilakunya saja.Perbedaan psiko social dan sosiologi adalah psiko social lebih memusatkan pada perilaku individu sedangkan sosiologi lebih menekankan pada kelompok

2. Hubungan Psikologi dengan Antropologi
Bantuan psikologi terhadap antropologi sangatlah besar,sehingga dalam perkembangannya yang terakhir ,lahir suatau sub ilmu atau spesialisasi dari antropologi yaitu etnopsikologi atau antropologi psikologikal atau juga kebudayaan dan kepribadian.Selain itu hubungan psikologi dengan antropologi menghasilkan suatu cabang antropologi yang lain yaitun anthropology in mental health

3.Hubungan Psikologi dengan Ilmu politik
Psikologi mempunyai hubungan yang erat dengan ilmu politik karena psikologi berguna atau berperan dalam bidang politik yaitu menyelami gerakan jiwa dari rakyat pada umumnya dan dari golongan tertentu pada khususnya bahkan juga dari oknum tertentu.

4.Hubungan Psikologi dengan Ilmu Pendidikan
Psikologi dan ilmu pendidikan tidak dpat dipisahkan satu sama lain karena mempunyai hubungan timbal balik.Ilmu pendidikan sebagai suatu disiplin bertujuan memberikan bimbingan hidup manusia sejak lahir hingga mati.Pendidikan tidak berhasil tanpa didasarkan pada psikologi perkembangan.Demikian pula watak dan kepribadian seseorang ditunjukan oleh psikologi. Karena hubungannya yang begitu erat maka lahirlah subdisiplin psikologi pendidikan ( educational psychology).

D. Sejarah Psikologi dan Psikologi sebagai Ilmu Otonom
Sejarah Psikologi bahkan ilmu pengetahuan yang kita kenal kebanyakan berpusat dari perkembangan awal sejarah eropa dari masa yunani, romawi hingga akhir abad 19 yang kemudian menyebar ke berbagai belahan dunia.
Pendekatan dan orientasi ilmu dalam dunia psikologi bermula dari filsafat masa Yunani, yaitu masa transisi dari pola pikir animisime ke natural science, yaitu pengetahuan bersumber dari alam. Pada masa ini perilaku manusia berusaha diterangkan melalui prinsip-prinsip alam atau prinsip yang dianalogikan dengan gejala alam.

Sepanjang masa kekaisaran romawi, perdebatan mengenai manusia bergeser dari topik kehidupan yang luas, hubungan antara manusia dengan lingkungannya /alam, ke arah pemahaman tentang kehidupan secara lebih spesifik, yaitu hubungan antara aspek-aspek di dalam diri manusia itu sendiri.
Masa Renaisans adalah peralihan masa, dimana pengetahuan bersifat doktrinal di bawah pengaruh gereja berubah ke masa peran nalar. Semangat pencerahan semakin tampak nyata dalam perkembangan science dan filsafat melalui menguatnya peran nalar (reason) dalam segala bidang. Munculnya diskusi tentang. “knowledge” yang menyebabkan perkembangan ilmu dan metode ilmiah yang maju dengan pesat. Penekanan pada fakta-fakta yang nyata daripada pemikiran yang abstrak. (Berdampak pada kajian psikologi sehingga ingin menjadi kajian yang ilmiah dan empiris)
Pasca Renaisans, Psikologi mencoba menjadi bagian dari ilmu faal muncul pada abad 19 seiring dengan kemajuan ilmu alam (natural science). Dimana pada fase inilah mulai ada jawaban yang empirik dan ilmiah dari pertanyaan-pertanyaan yang kerap muncul di masa lalu seperti: Apa itu jiwa (soul)?Bagaimana bentuk konkritnya? Bagaimana mengukurnya? Bagaimana hubungan body-soul ? Semua Pertanyaan itu terjawab dengan Kemajuan-kemajuan di bidang fisiologis, meliputi riset-riset di bidang aktivitas syaraf , sensasi, dan otak yang memberi dasar empiris dari soul (jiwa), yang juga sebelumnya dianggap sangat abstrak.
Pada akhir abad 19, dengan perkembangan natural science dan metode ilmiah secara mapan sebagaimana diuraikan di bagian sebelumnya, konteks intelektual Eropa sudah “siap” untuk menerima psikologi sebagai sebuah disiplin ilmu yang mandiri dan formal.
Tanah kelahiran psikologi adalah Jerman. Oleh karenanya munculnya psikologi tidak dapat dilepaskan dari konteks sosial Jerman yang memiliki misi membentuk manusia berkualitas dan penyedia tenaga kerja yang professional. Wilhelm Wundt, orang pertama yang memproklamirkan psikologi sebagai sebuah disiplin ilmu. Wundt adalah seorang doktor yang tertarik pada bidang fisiologis, dimana fisiologis merupakan jalan bagi psikologi untuk bisa masuk dalam ranah empiris ilmiah dan berdiri sebagai ilmu yang mandiri.Berikut ini beberapa tokoh psikologi yang cukup berperan pada perkembangan ilmu psikologi :
1.Masa Yunani
a. Psikologi Plato (429-347 SM)
Menyatakan bahwa manusia terdiri atas jiwa dan badan yang bersifat etis-religius.Teori Plato yang terkenal yaitu tentang idea yang pada dasarnya meliputi dua alam :
Ø Alam Transeden (noumenal)yang absolute ,sempurna,bentuk-bentuk ideal yang tidak berubah dimana yang baik merupakan yang utama yang biasanya sebagai kebenaran dan keindahan;juga merupakan sumber dari segala sesuatu yang lain seperti keadilan,ketentraman,semangat.
Ø Alam Fenomenal(dunia tampak)yang tersusun dari segala yang berupaya berubah tapi selalu gagal untuk meniru bentuk-bentuk ideal.
b.Psikologi Aristoteles (384-322 SM)
Dalam bukunya De Anima,Aristoteles mengemukakan macam-macam tingkah laku manusia dan adanya perbedaan tingkah laku pada organisme yang berbeda dan memperlihatkan tingkatan sebagai berikut;
a) Tumbuhan ;memperlihatkan tingkah laku pada taraf vegetatif (bernafas,makan,tumbuh)
b) Hewan ; selain tingkah laku vegetatif juga bertingkah laku sensitif
c) Manusia ; manusia bertingkah laku vegetatif,sensitive dan rasional
2.Abad pertengahan
Psikologi Rene Descartes
Psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai gejala –gejala pemikiran atau gejala-gejala kesadaran manusia,terlepas dari badannya.Teori yang terkenal adalah teori tentang kesadaran.
E.Aliran-aliran Psikologi
1.STRUKTURALISME
§ Tokoh : WILHELM WUNDT
§ Pendapatnya : Untuk mempelajari gejala-gejala kejiwaaan kita harus mempelajari isi dan struktur jiwa seseorang.
§ Metode : Instrospeksi / mawas diri
§ Obyek : Kesadaran

Elemen mental / elemen-elemen yang lebih kecil
1. Jiwa
2. Kesadaran
3. Penginderaaan = penangkapan terhadap rangsang yang datang dari luar dan dapat dianalisa sampai elemen-elemen yang terkecil
Perasaaan sesuatu yang dimiliki dalam diri kita, tidak terlalu di pengaruh rangsangan dari luar.

2. FUNGSIONALISME
Tokoh : WILLIAM JAMES (1842-1910)
Pendapatnya :
• Mempelajari fungsi / tujuan akhir aktivitas
• Semua gejala psikis berpangkal pada pertanyaan dasar yaitu apakah gunanya aktivitas itu
• Jiwa seseorang diperlukan untuk melangsungkan kehidupan dan berfungsi untuk menyesuaikan diri- Lebih menekankan apa tujuan atau akhir dari suatu aktivitas.Asal Pendekatannya Jerman (ahli filsafat) Pengalaman di analisa dalam unsurnya Amerika (Praktis Pragmatis) Pengalaman di hubungkan untuk hidup / fungsinya penyesuaian diri.

3. ASOSIASISME
v Tokoh : THOMAS HOBBES (1588-1679)
v Pendapatnya : Jiwa terdiri 3 bagian

1. Sensation : Proses seseorang menerima rangsang
2. Secall : Proses seseorang memproduksi kembali yang dialami
3. Association : Penggabungan rangsang satu dengan rangsang yang lain lahirlah berpikir.

v Metode : Eksperimen

1. Thorndike, dalam law of readiness untuk mengajarkan sesuatu dengan baik kepada seseorang, maka orang tersebut harus ada kesiapan tentang hal-hal yang akan diajarkan (Hukum Pertautan)
2. Law of effect, suatu laku yang dalam situasi tertentu memberi kepuasan akan selalu di assosiakan (di ulang lagi kalau ada kesempatan)

4. PSIKOANALISA / PSIKOLOGI DALAM
Ø Tokoh : SIGMUND FREUD (1856-1939)
Ø Pendapatnya : Kehidupan manusia di kuasai oleh alam ketidaksadara
Ø Metode : Eksperimen
Ø Psikoanalisa sebagai teori kepribadian (gunung es)

a) Id, adalah berisi energi psikis, yang hanya memikirkan kesenangan semata.(b) Superego, adalah berisi kaidah moral dan nilai-nilai sosial yang diserap individu dari lingkungannya.(c)Ego, adalah pengawas realitas.



5. BEHAVIORISME
a. Tokoh : JOHN BROADUS WATSON (1878-1958)
b. Pendapatnya : Mempelajari tingkah laku, tingkah laku yang nyata, yang terbuka, yang dapat di ukur secara obyektif.Ilmu tentang tingkah laku, rangsang, kebiasaan, belajar.
Tingkah laku Tertutup : Tingkah laku, kontraksi otot-otot sekresu kelenjar (gerakan-gerakan yang lemah), berpikir (tidak bergerak-gerak secara halus sekali selama kita berpikir)
Terbuka :

6. PSIKOLOGI HORMIC
a. Tokoh : WILLIAM MC DOUGALL (1871-1944)
b. Pendapatnya : (Hampir sama Behaviorisme)
- Tiap-tiap tingkah laku ada yang mendasarinya yaitu tujuan / arah
- Tingkah laku tidak dapat dipelajari terlepas dari tujuannya
- Tingkah laku tanpa tujuan itu refleks

7. GESTALT
a. Tokoh : MAX WERTHEIMER (1880-1943)
b. Pendapatnya : Bahwa dalam alat kejiwaan tidak terdapat jumlah unsur-unsurnya melainkan Gestalt (keseluruhan) dan tisap-tiap bagian tidak berarti dan bisa mempunyai arti kalau bersatu dalam hubungan kesatuan.

Sumber : 
Klik Disini

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Macys Printable Coupons